Wisata Kuliner di Jogja part 1

Masih pada rangka merampungkan project bulan kemudian pada Jogja, walaupun sibuk menggunakan jadwal yang ada, tetapi yg namanya makan itu adalah suatu keharusan. Setuju, saudara-saudara? Kalau sudah hingga ke Jogja, cita rasanya wajib buat mencoba kuliner-kuliner yg maknyus ini. Pastinya pada pikiran kita terbayang kata bakpia dan gudeg bila mendengar tentang wisata masakan Jogja. Namun, Jogja jua mempunyai makanan lain yang boleh diburu waktu kita mengunjungi kota Pelajar ini.

1. Es Krim Rujak

Ini adalah favorit aku saat aku pertama kali datang ke Jogja buat kuliah. Perpaduan antara rujak yang pedas dan es krim yg terdapat pada depan Gardena di jalan Solo menjadi kenikmatan tersendiri bagi aku saat itu. Dan kali ini pun kami berkesempatan mengicipi rujak es krim di daerah yang lain. Es krim rujak ini tersebar diberbagai tempat.

Es krim rujak :)

Bagi penggemar rujak yg tidak pedas, terdapat pula kok rujak yang tidak pedas. Sedangkan bagi penggemar rujak yg pedas, termasuk aku , cukup masukkan sambal rujak & dijamin pasti akan ketagihan bahkan nambah sampai berkali-kali.

Dua. Sop Empal

Sop empal menjadi keliru satu tujuan masakan wisatawan saat berkunjung ke Jogja. Dan tampaknya warung sop empal ini sudah menjamur dimana-mana. Pada kesempatan kemarin, kami berkesempatan menyicipi sop empal bu Yoeni. Awalnya saya berpikir sop empal berarti empalnya dibuat sop. Ternyata yg disajikan adalah empal goreng dan sop yg terpisah. Sopnya pun bukan sayur sop menggunakan wortel buncis misalnya sayur sop pada umumnya. Selembar Kolonel & bihun sebagai isi menurut sop bening ini. Sederhana kan tampilannya?

Sop empal bu Yoeni plus tempe dan ditemani jahe hangat

Walaupun tampilannya sederhana, tetapi ternyata cita rasanya memang enak. Selama ini empal yg paling lezat untuk aku adalah buatan mama saya, karena empuk dan cita rasanya maknyus. Empal di sop empal bu Yoeni ini tidak mengecewakan empuk dan rasanya pun lumayan. Tetap saja terdapat unsur manis sebagai karakteristik khas masakan Jogja. Tetapi jika ditambah sambal ulek, rasa anggun di empal ini agak tertutup. Jangan lupa ditambah dengan tempe goreng, maka cita rasanya akan lebih mantap. Bagi penggemar sapi, mampu juga ditambahkan irisan paru goreng. Sedangkan bagi yg nir suka sapi, pada sini pula terdapat ayam gorengnya loh.

Sop Empal bu Yoeni

Jl. Prof. Dr. Sarjito no. 3 Jogjakarta

3. Mi Anglo/Mi tek-tek

Mi tek-tek adalah salah satu pilihan saya dan teman-teman kos saat malas keluar untuk mencari makan. Biasanya kami akan duduk manis di depan jendela di lantai dua untuk menunggu suara tek-tek. Ciri khas mi tek-tek adalah pembuatan mie yang tidak menggunakan kompor, tetapi anglo. Waktu pertama kali melihat orang memasak dengan menggunakan anglo, saya berpikir tidak efisien sekali. Tetapi ternyata memasak menggunakan anglo menambah wangi tersendiri saat makan.

Bakmi Jawa Pak Nardi, sekarang pakai kipas angin loh untuk ngipasi arangnya.

Walaupun bukan anak kos, mi tek-tek atau sebagian orang menyebutnya mie Jawa bisa dinikmati jua oleh kami. Seperti kemarin kami menyempatkan membeli mie goreng Jawa (dengan ciri khas yang agak basah atau nyemek jika kata orang Jogja) dam jua magelangan. Magelangan berarti nasi goreng yang dicampur dengan mie atau bihun. Harganya pun termasuk standard, yaitu Rp 12.000,00 per porsi dan porsinya lumayan akbar. Sedikit tips dari aku , lantaran orang Jogja doyan anggun, maka bila kita memang nir doyan manis, boleh ditambahi menggunakan kata-istilah 'minta yang asin ya, pak'. Percaya deh, tidak akan keasinan =D

Bakmi Jawa Pak Nardi

Jalan Sosorowijaya, depan hotel Grage

4. Bakpia Mutiara

Bakpia merupakan salah satu oleh-oleh wajib yang harus saya beli saat saya liburan kuliah. Mengapa? Karena Jogja identik dengan bakpia dan semua orang berpikir bahwa bakpia adalah asli Jogja. Bakpia, makanan yang terbuat dari campuran kacang hijau dengan gula yang dibungkus dengan tepung lalu dipanggang, berasala dari dialek Hokkian bak, yang artinya daging, dan pia yang artinya kue. Dengan kata lain, bakpia termasuk salah satu masakan yang populer dari keluarga etnis Tionghoa. Tetapi dalam perkembangannya daging ini mulai digantikan dengan kacang hijau (tou luk pia).

Bakpia Mutiara. Sumber foto: bakpia mutiara.
Bakpia yang terkenal adalah bakpia Pathok, karena produsen bakpia banyak berada di jalan Pathok atau sekarang KS Tubun. Zaman kuliah, saya selalu membeli bakpia Pathok 75 (merk bakpia dulu berdasarkan nomor rumahnya). Tetapi kali ini karena keterbatasan waktu dan juga cuaca yang tidak mendukung, saya hanya mencari di sekitar hotel saja. Akhirnya kami terdampar di bakpia Mutiara. Dengan pasrah kami memilih bakpia all varian. Dan kami tidak menyesal membeli bakpia mutiara ini. Rasanya enak dan kulitnya yang empuk mengingatkan saya akan pia balong Solo kesukaan saya. Rasanya pun bervariasi, dari kacang hijau, cokelat, kacang merah, keju, green tea, dan duren.

Bakpia Mutiara

www.Bakpiamutiarajogja.Com

Jl. Dagen (dekat Malioboro), Sosromenduran, Jogja

Telp 087774444022

lima. Bakso Jawi Bu Miyar

Di tengah cuaca yang hujan melulu selama kami di Jogja, rasanya bakso menjadi salah satu menu yang menarik hati. Hasil googling untuk bakso yang terkenal enak di sekitar kami menunjuk kepada Bakso Jawi Bu Miyar. Review dari Tripadvisor cukup meyakinkan dan lokasinya pun dekat dengan tempat kami menginap. Kami pun mengunjungi tempat tersebut bersama sahabat saya.

Maaf....sudah siap untuk dimakan baru ingat belum difoto =P
Dari tampilannya, tidak ada sesuatu yang istimewa dari bakso ini. Harganya pun relatif mahal untuk ukuran Jogja, dengan porsi yang tidak besar, mungkin karena terletak di kawasan wisata Malioboro. Tetapi bakso gorengnya memang enak. Anak-anak pun suka. Saat menggigit baksonya pun terasa campuran daging yang lumayan banyak, bukan hanya tepung saja. Tidak heran lima belas menit setelah kami datang, kami datang sekitar pukul 18.30, pemilik tempat mulai beres-beres karena dagangan sudah habis.

Bakso Jawi Bu Miyar

Jl. Jogonegaran no 55D Gedong Tengen Jogja

Telp 0274-418620

Tampilan Joglo & dikelilingi oleh sungai

6. Cengkir

Nama resto ini memang relatif unik di pendengaran, akan tetapi memang namanya Cengkir, bukan cangkir ya bapak bunda. Cengkir Heritage Resto and Coffee menyajikan kuliner dengan hidangan rumahan orang Jawa & suasana rumahan. Tempat ini ucapnya baru saja dibuka Januari tahun ini. Tidak heran masih poly ucapan selamat yang diletakkan di sana. Menu yang ditawarkan terdiri berdasarkan 4 jenis, yaitu nasi plus sayur plus sambal (dianggap 1 paket), lauk rumahan, kudapan, & minuman. Lauk yang dijual pun misalnya ayam goreng, telur dadar, pindang tepung, tempe garit, bakwan jagung, dan kerupuk, dengan variasi harga antara Rp 1.000,00 hingga dengan Rp 9.000,00. Sedangkan buat kudapan, mereka memperlihatkan jadah (ketan) bakar, pisang goreng & tempe mendoan.

Yang menarik di sini adalah mereka masih mengolah menggunakan kayu bakar. Nasinya pun dimasak menggunakan menggunakan langseng & kukusan tradisional yg berbentuk kerucut. Makanan yang terdapat tersaji pada kuali gerabah, kendil dan piring misalnya pada rumah. Dengan suasana pedesaan & tata ruangan yg misalnya pada dalam Joglo, saya seperti sedang bernostalgia mengenang ketika-saat KKN di Gunung Kidul. Apalagi keliru satu sajian sayurnya adalah sayur jantung pisang, salah satu bahan andalan saya saat KKN dulu. Secara keseluruhan, untuk rasa masih biasa saja. Namun buat suasananya, loka ini boleh dijadikan sebagai alternatif loka buat bernostalgia.

Atas: makanan yang tersaji dalam alat-alat rumah Jawa.

Bawah: suasana di pada Joglo

Cengkir Heritage Resto and Coffee

Jl. Sumberan II no. 4. Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, DIY

7. Bakso Paru Pak Kumpeno

Masih seputar bakso, sebelum kami pulang ke Jakarta, kami diajak papi mami Duo A buat menyicipi bakso Pak Kumpeno. Makan siang kami kali ini terdengar menarik menggunakan adanya bakso lagi (saya penggemar bakso & mie). Saat kami hingga ke sana, kami agak terkaget-kaget menggunakan ramainya orang yg makan. Padahal tempatnya agak remang-remang gimana gitu deh, sampai si abang bertanya pada saya apakah sedang meninggal listrik (dengan volume yang besar juga).

Bakso Paru Pak Kumpeno
Yang menjadi ciri khas dari bakso di tempat ini adalah bakso yang ditaburi irisan paru goreng. Saya sebetulnya bukan penggemar paru, tetapi kalau digoreng ya masih bisa makan sedikit. Ternyata paru goreng ini yang membuat baksonya jadi enak. Daging baksonya sendiri tidak se'daging' bakso Jawi. Tetapi taburan paru dan porsi dan harganya memang menjawab pertanyaan kami mengapa tempat ini ramai sekali. Oya, tidak berapa lama setelah kakak bertanya soal mati listrik, lampu di warung ini dinyalakan. Entah kebetulan atau tidak. Hehehe

Bakso Paru Pak Kumpeno

Jalan Godean Km 5, Nogotirto, Gamping.

Bersambung ke bagian dua

No comments:

Post a Comment

Featured Post

Benteng dan Istana Rajasthan yang Menakjubkan

Rajasthan "Pemandangan Rajasthan dihiasi dengan sejumlah benteng, benteng, benteng, istana dan benteng yang berbicara tentang se...